Monday, April 30

Ada hal yang kadang tidak bisa kita mengerti dan tidak harus dipaksakan untuk dimengerti. Lakukan apa yang seharusnya dilakukan sebatas kemampuan yang dimiliki. Itu sudah cukup.. Manusia yang tidak pernah bersyukur selalu akan tidak pernah puas dan selalu menyalahkan keadaan. Sejatinya dia telah menyiksa dirinya sendiri.

Kita tidak akan pernah bisa menjadi diri kita jika kita selalu mengukur diri kita dengan apa yang dinginkan orang lain. Seekor ulat menjadikan dirinya kupu2 menjalani penderitaan yang luar biasa, suatu proses yang menyakitkan. Tapi ketika dia bisa fokus untuk mengubah dirinya dengan segala pengorbanannya tanpa harus peduli dengan keadaan diluar sana, hujan, terik matahari, angin, suara-suara sumbang,..ketika dia berhasil dia menjadi daya tarik setiap orang yang melihat karena kecantikan dan keindahannya

Wednesday, April 11

ANALISIS TUJUAN, BAHAN LATIHAN, DAN METODE LATIHAN OLAHRAGA

ANALISIS TUJUAN, BAHAN LATIHAN, DAN METODE LATIHAN OLAHRAGA

Analisis Tujuan, Bahan Latihan, dan Metode Latihan Olahraga A. Pendahuluan Latihan adalah suatu proses yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang dengan semakin hari menambah jumlah beban latihan. Latihan kondisi fisik memegang perenan sangat penting dalam program latihan atlet. Istilah latihan kondisi fisik, mengacu kepada suatu program latihan yang dilakukan secara sistematis, berencana dan progresif. Tujuannya adalah meningkatkan kemampuan fungsional dari seluruh system tubuh, dengan demikian prestasi atlet akan semakin meningkat. Faktor utama dalam latihan adalah dilakukan secara berulang-ulang dan peningkatan beban dilakukan berulang-ulang kekuatan dan daya tahan otot. Para ahli mengatakan bahwa latihan adalah suatu proses yang direncanakan untuk mengmbangkan keterampilan olahraga yang kompleks dengan memakai isi latihan, metode latihan dan tindakan-tindakan organisasional yang sesuai dengan meksud dan tujuan-tujuan. B. Pembahasan 1. Analisis Tujuan Latihan Rencana program latihan merupakan salah satu strategi usaha untuk mencapai tujuan prestasi atlet secara optimal dimasa yang akan datang. Tujuan jangka panjang, jangka menengah, maupun jangka pendek rencana latihan merupakan mata rantai tujuan akhir, tujuan antara, dan tujuan oprasional yang obyektif dan terukur. Rencana program latihan harus mempertimbangkan faktor-faktor penentu untuk mencapai tujuan latihan, faktor-faktor itu antara lain : bakat atlet ; kemampuan atlet saat itu; umur atlet; umur latihan; sarana dan prasarana; dana; lingkungan atlet; tenaga pelatih dan waktu yang ada. Tujuan latihan umumnya dibagi menjadi tiga yaitu a) Tujuan jangka panjang (5 tahun- 12 tahun). Tujuan jangka panjang merupakan tujuan akhir untuk cita-cita prestasi prima. b) Tujuan jangka menengah (2 tahun-4 tahun). Tujuan jangka menengah merupakan pelaksanaan langsung jangka panjang. c) Tujuan jangka pendek (1 tahun kebawah). Tujuan jangka pendek merupakan pelaksanaan oprasional rencana jangka menengah. Manfaat tujuan latihan adalah : 1) Sebagai motivasi agar atlet berusaha keras untuk mencapai cita-cita juara 2) Sebagai pedoman arah kegiatan-kegiatan latihan dan usaha-usaha untuk mencapai tujuan latihan 3) Sebagai cambuk terhadapa atlet agar dapat mencapai prestasi yang lebih tinggi dari prestasi sebelumnya 4) Sebagai alat untuk pembentukan sikap percaya diri, kemandirian tinggi, pendewasaan pikiran, daya juang yang tinggi. 5) Sebagai tempat meningkatkan kemampuan mawas diri (introspeksi) terhadap kondisi luar maupun kondisi dalam pribadi atlet dalam rangka mencapai cita-cita juara. 2. Bahan Latihan Bahan latihan adalah meliputi jenis latihan, bentuk latihan, volume latihan, dan intensitas latihan. a) Jenis latihan Yang merupkan jenis latihan adalah : (1) Latihan Fisik Latihan fisik adalah suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi fisik. Latihan fisik terdiri dari beberapa komponen yaitu ; daya tahan, stamina, kelentukan/kelenturan, kekuatan, power, daya tahan otot. Untuk meningkatkan prestasi harus mengikuti prinsip-prinsip latihan agar mencapai prestasi yang diingikan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain ; - Prinsip beban lebih (over load) adalah prinsip latihan dengan penekanan pada pembebanan yang lebih berat, dari pada yang mampu dilakukan atlet. Dalam prinsip beban lebih ada beberapa hal yang harus di perhatikan yaitu : istirahat yang cukup, latihan berat diselingi dengan yang ringan, rencana latihan harus disusun dalam siklus, dan sebaiknya menganut “system tangga”. - Prinsip multilateral adalah sebaiknya diterapkan pada atlet-atlet usia muda. Pada permulaan latihan mereka harus dilibatkan dengan beragam kegiatan sehingga dengan demikian mereka dapat memiliki dasar-dasar yang lebih kokoh untuk keterampilan spesialisasinya kelak. - Prinsip reversibility mengatakan, bahwa apabila kita berhenti berlatih, tubuh kita akan kembali kekeadaan semula atau kondisinya tidak akan meningkat. - Prinsip spesifik mengatakan, bahwa manfaat maksimal yang dapat diperoleh melalui rangsangan latihan hanya akan terjadi, apabila rangsangan tersebut sama atau menyerupai gerakan-gerakan yang dilakukan olahraga tersebut. - Densitas latihan (kepekatan, kepadatan, kekeraban) adalah fekuensi atau kekerapan atlet dalam melakukan suatu rangkaian rangsangan persatuan waktu. - Volume latihan ialah kuantitas beban latihan atau banyaknya materi latihan yang dinyatakan dalam totol waktu berlangsungnya latihan, jarak yang ditempuh atau beban yang harus diangkat persatuan waktu, dan jumlah repetisi dalam melakukan suatu latihan. - Prinsip superkonvensasi adalahmengacu kepada dampak latihan dan regenerasi organisme tubuh kita, yang menjadi dasar biologis untuk persipan fisik dan mental dalam menghadapi latihan atau pertandingan. (2) Latihan tehnik Pada masa persiapan umum dalam latihan teknik bahan yang dilakukan adalah melakukan teknik-teknik dasar olahraga tersebut, misalnya dalam sepak bola melakukan dribbling, passing. (3) Latihan taktik Bersamaan dengan latihan fisik, atlet cabang permainan harus pula berlatih untuk teknik dan taktik. Dalam latihan taktik ini merupakan penyempurnaan taktik-taktik apa yang akan di lakukan dalam pertandingan. (4) Latihan mental Dalam latihan mental dapat meliputi penanaman masalah disiplin, semangat juang, percaya diri dan kejujuran. 2) Bentuk latihan Bentuk latihan adalah materi latihan yang harus dilakukan atlet pada satu sesi lathan misalnya untuk latihan fisik umum bentuk latihannya adalah : - Interval sprint - Fartlek - Cross country - Dan lain-lain 3) Voume latihan Volume latihan adalah jumlah aktifitas yang dilakukan dalam latihan, semakin tinggi prestasi atlet semakin banyak pula jumlah volume latihan yang harus dilakukannya. 4) Intensitas latihan Intensitas latihan adalah jumlah kerja yang dilakukan dalam satu unit waktu tertentu, semakin banyak kerja yang dilakukan dalam suatu unit tertentu, lebih tinggi intensitas kerjanya. Apabila atlet berlatih melalui suatu program latihan yang intensif, yaitu program latihan yang secara progresif menambah program kerja, jumlah ulangan gerakan (repetisi), serta kadar itensitas dari repetisi tersebut. 3. Metode Latihan Metode latihan adalah suatu cara yang sistematis dan terencana yang fungsinya sebagai alat menyajikan kegiatan olahraga yang bertujuan untuk suatu keterampilan gerak atau prestasi olahraga. Contoh-contoh metode latihan antara lain : a. Daya tahan : Metode latihan yang dilakuan adalah fartlek dan interval training b. Kelentukan dan kelenturan : metode yang dilakukan adalah peregangan dinamis, peregangan statis, peregangan pasif, peregangan PNF (proprioceptive neuromuscular facilitation) c. Kelincahan : metode yang dilakukan adalah lari bolah-balik, lari zig zag, haling rintang, hexagonal dan lain-lain d. Kekuatan, power, dan daya tahan otot : metode yang dilakukan adalah latihan-latihan tahanan (resistance exercise) dimana kita harus mengangkat, mendorong, atau menarik suatu beban. e. Kecepatan : metode yang dilakukan adalah interval sprint, lari akselerasi, uphill, downhill.

Psikologi Olahraga

Pengertian Psikologi Olahraga

1. Apakah Psikologi Olahraga?

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya sendiri.

Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan factor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.

2. Mengapa Psikologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?

Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi tegang. denyut nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya dalam pengendalian stres.

Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet berpikir mengenai. mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan psikologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut.

3. Bagaimanakah Psikologi Olahraga Dapat Membantu Atlet Agar Memiliki Mental yang Tangguh?

Mental yang tegar, sama halnya dengan teknik dan fisik, akan didapat melalui latihan yang terencana, teratur, dan sistematis. Dalam membina aspek psikis atau mental atlet, pertama-tama perlu disadari bahwa setiap atlet harus dipandang secara individual, yang satu berbeda dengan yang lainnya. Untuk membantu mengenal profil setiap atlet, dapat dilakukan pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal dengan "psikotes", dengan bantuan psikometri.

Profil psikologis atlet biasanya berupa gambaran kepnbadian secara umum, potensi intelektual. dan fungsi daya pikimya yang dihubungkan dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya tidak berubah banyak dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, orang sering beranggapan bahwa calon atlet berbakat dapat ditelusun semata-mata dari profil psikologisnya. Anggapan semacam ini keliru, karena gambaran psikologis seseorang tidak menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam prestasi olahraga, karena banyak sekali faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa aspek psikologis dapat diperbaiki melalui latihan ketrampilan psikologis (diuraikan kemudian) yang terencana dan sistematis, yang pelaksanaannya sangat tergantung dari komitmen si atlet terhadap program tersebut.

B. Aspek-aspek Psikologis yang berperan dalam Olahraga

Pengaruh faktor psikologis pada atlet akan terlihat dengan jelas pada saat atlet tersebut bertanding. Berikut ini akan diuraikan beberapa masalah psikologis yang paling sering timbul di kalangan olahraga, khususnya dalam kaitannya dengan pertandingan dan masa latihan.

1. Berpikir Positif

Berpikir positif dimaksudkan sebagai cara berpikir yang mengarahkan sesuatu ke arah positif, melihat segi baiknya. Hal ini perlu dibiasakan bukan saja oleh atlet, tetapi terlebih-lebih bagi pelatih yang melatihnya. Dengan membiasakan diri berpikir positif, maka akan berpengaruh sangat baik untuk menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan motivasi, dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Berpikir positif merupakan modal utama untuk dapat memiliki ketrampilan psikologis atau mental yang tangguh.

Pikiran positif akan diikuti dengan tindakan dan perkataan positif pula, karena pikiran akan menuntun tindakan. Sebagai contoh, jika dalam bermain bulutangkis terlintas pikiran negatif seperti, "takut salah, takut out, takut bola pukulannya tanggung" dan sebagainya, maka kemungkinan terjadi akan lebih besar. Karena itu cobalah dan biasakan untuk selalu berpikir positif, hindari yang negatif. Demikian juga dalam memberikan instruksi kepada atlet. Daripada mengatakan: "Kamu ini susah sekali sih diajarnya..., salah terus...! Awas, jangan berhenti sebelum bisa!", lebih baik mengatakannya dengan cara yang positif walaupun maksudnya sama: "Ayo, coba lagi pelan-pelan, kamu pasti bisa melakukannya. Perhatikan, tangannya, begini... langkahnya, ke sini... kena bolanya, di sini... ayo dicoba".

Sebagai pelatih, tunjukkan Anda percaya bahwa atlet Anda memiliki peluang untuk dapat berprestasi baik. Cemooh, celaan, dan kritik yang pedas yang tidak pada tempatnya, justru akan membuat atlet bereaksi negatif dan berakibat akan menurunkan motivasi yang diikuti dengan penurunan prestasi.

2. Penetapan Sasaran

Penetapan sasaran (goal setting) merupakan dasar dan latihan mental. Pelatih perlu membantu setiap atletnya untuk menetapkan sasaran, baik sasaran dalam latihan maupun dalam pertandingan. Sasaran tersebut mulai dan sasaran jangka panjang, menengah, sampai sasaran jangka pendek yang lebih spesifik.

Untuk menetapkan sasaran, ada tiga syarat yang perlu diingat agar sasaran itu bermanfaat, yaitu:

a. Sasaran harus menantang.

Sasaran yang ditentukan harus sedemikan rupa, sehingga atlet merasa tertantang untuk dapat mencapai sasaran tersebut.

b. Sasaran harus dapat dicapai.

Buatlah sasaran itu cukup tinggi, akan tetapi tidak terlalu tinggi. Atlet harus merasa bahwa sasaran yang ditetapkan itu dapat tercapai jika ia berusaha keras. Jika sasaran terlalu tinggi, sehingga atlet merasa mustahil dapat mencapainya, maka motivasi berlatihnya akan menurun. Demikian pula, jika sasaran tersebut terlalu mudah untuk dapat dicapai, maka atlet merasa tidak perlu berlatih keras karena ia akan dapat mencapai sasaran tersebut.

c. Sasaran harus meningkat.

Mulai dari sasaran yang relatif rendah, kemudian buatlah sasaran tersebut makin lama makin tinggi, semakin sulit tercapainya jika atlet tidak berlatih keras. Dalam setiap latihanpun biasakanlah selalu ada sasaran yang harus dicapai. Dan target yang bersifat umum, lalu uraikan lagi secara lebih spesifik. Dan target untuk suatu kompetisi jangka panjang, uraikan menjadi target atau sasaran jangka pendek, sampai target untuk setiap latihan. Sasaran yang ditetapkan tersebut, hendaknya juga ditetapkan kapan harus tercapainya, dan bagaimana pula cara mengukumya atau apa ukurannya secara objektif. Sedapat mungkin, buatkan grafik pencapaian sasaran tersebut agar terlihat jelas arah dan peningkatannya.

3. Motivasi

Motivasi dapat dilihat sebagai suatu proses dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu sebagai usaha dalam mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang kuat menunjukkan bahwa dalam diri orang tersebut tertanam dorongan kuat untuk dapat melakukan sesuatu.

Ditinjau dari fungsi diri seseorang, motivasi dapat dibedakan antara motivasi yang berasal dan luar (ekstrinsik) dan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri (intrinsik). Dengan pendekatan psikologis diharapkan atlet dalam setiap penampilannya dapat memperlihatkan motivasi yang kuat untuk bermain sebaik-baiknya, sehingga dapat memenangkan pertandingan.

Motivasi yang baik tidak mendasarkan dorongannya pada faktor ekstrinsik seperti hadiah atau penghargaan dalam bentuk materi. Akan tetapi motivasi yang baik, kuat, dan lebih lama menetap adalah faktor intrinsik yang mendasarkan pada keinginan pribadi yang lebih mengutamakan prestasi untuk mencapai kepuasan diri daripada hal-hal yang material.

Untuk mengembangkan motivasi intrinsik ini, peran pelatih dan orangtua sangat besar. Pelatih perlu melakukan pendekatan dan menumbuhkan kepercayaan diri pada atlet secara positif. Ajarkan atlet untuk dapat menghargai diri sendiri, oleh karena itu, pelatih harus memperlihatkan bahwa ia menghargai hasil kerja atlet secara konsekuen.

4. Emosi

Faktor-faktor emosi dalam diri atlet menyangkut sikap dan perasaan atlet secara pribadi terhadap diri sendiri, pelatih maupun hal-hal lain di sekelilingnya. Bentuk-bentuk emosi dikenal sebagai perasaan seperti senang, sedih, marah, cemas, takut, dan sebagainya. Bentuk-bentuk emosi tersebut terdapat pada setiap orang. Akan tetapi yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana kita mengendalikan emosi tersebut agar tidak merugikan diri sendiri.

Pengendalian emosi dalam pertandingan olahraga seringkali menjadi faktor penentu kemenangan. Para pelatih harus mengetahui dengan jelas bagaimana gejolak emosi atlet asuhannya, bukan saja dalam pertandingan tetapi juga dalam latihan dan kehidupan sehari-hari. Pelatih perlu tahu kapan dan hal apa saja yang dapat membuat atletnya marah, senang, sedih, takut, dan sebagainya. Dengan demikian pelatih perlu juga mencari data-data untuk mengendalikan emosi para atlet asuhannya. yang tentu saja akan berbeda antara atlet yang satu dengan atlet lainnya.

Gejolak emosi dapat mengganggu keseimbangan psikofisiologis seperti gemetar, sakit perut, kejang otot, dan sebagainya. Dengan terganggunya keseimbangan fisiologis maka konsentrasi pun akan terganggu, sehingga atlet tidak dapat tampil maksimal. Seringkali seorang atlet mengalami ketegangan yang memuncak hanya beberapa saat sebelum pertandingan dimulai. Demikian hebatnya ketegangan tersebut sampai ia tidak dapat melakukan awalan dengan baik. Apalagi jika lawannya dapat menekan dan penonton pun tidak berpihak padanya, maka dapat dibayangkan atlet tersebut tidak akan dapat bermain baik. Konsentrasinya akan buyar, strategi yang sudah disiapkan tidak dapat dijalankan, bahkan ia tidak tahu harus berbuat apa.

Disinilah perlunya dipelajari cara-cara mengatasi ketegangan (stress mana- gement). Sebelum pelatih mencoba mengatasi ketegangan atletnya. terlebih dulu harus diketahui sumber-sumber ketegangan tersebut. Untuk mengetahuinya, diperlukan adanya komunikasi yang baik antara pelatih dengan atlet. Berikut ini dijelaskan secara terpisah mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan emosi.

5. Kecemasan dan Ketegangan

Kecemasan biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu, kegagalan, rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya. Kecemasan-kecemasan tersebut membuat atlet menjadi tegang, sehingga bila ia terjun ke dalam pertandingan maka dapat dipastikan penampilannya tidak akan optimal. Untuk itu, telah banyak diketahui berbagai teknik untuk mengatasi kecemasan dan ketegangan yang penggunaannya tergantung dari macam kecemasannya.

Sebagai usaha untuk dapat mengatasi ketegangan dan kecemasan, khususnya dalam menghadapi pertandingan, lakukanlah beberapa teknik berikut ini :

a. Identifikasikan dan temukan sumber utama dan permasalahan yang menimbulkan kecemasan. b. Lakukan latihan simulasi, yaitu latihan di bawah kondisi seperti dalam pertandingan sesungguhnya. c. Usahakan untuk mengingat, memikirkan dan merasakan kembali saat-saat ketika mencapai penampilan paling baik atau paling mengesankan. d. Lakukan latihan relaksasi progresif, yaitu melakukan peregangan alau pengendoran otot-otot tertentu secara sistematis dalam waktu tertentu. e. Lakukan latihan otogenik, yaitu bentuk latihan relaksasi yang secara sistematis memikirkan dan merasakan bagian-bagian tubuh sebagai hangat dan berat. f. Lakukan latihan pernapasan dengan bernapas melalui mulut dan hidung serta secara sadar bernapas dengan menggunakan diafragma. g. Dengarkan musik (untuk mengalihkan perhatian). h. Berbincang-bincang, berada dalam situasi sosial (untuk mengalihkan perhatian). i. Membuat pernyataan-pernyataan positif terhadap diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang diperlukan saat itu. j. Lain-lain yang dapat mengurangi ketegangan.

6. Kepercayaan Diri

Dalam olahraga, kepercayaan diri sudah pasti menjadi salah satu faktor penentu suksesnya seorang atlet. Masalah kurang atau hilangnya rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri akan mengakibatkan atlet tampil di bawah kemampuannya. Karena itu sesungguhnya atlet tidak perlu merasa ragu akan kemampuannya, sepanjang ia telah berlatih secara sungguh-sungguh dan memiliki pengalaman bertanding yang memadai.

Peran pelatih dalam menumbuhkan rasa percaya diri atletnya sangat besar. Syarat untuk untuk membangun kepercayaan diri adalah sikap positif. Beritahu pemain di mana letak kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Buatkan program latihan untuk setiap atlet dan bantu mereka untuk memasang target sesuai dengan kemampuannya agar target dapat tercapai jika latihan dilakukan dengan usaha keras. Berikan kritik membangun dalam melakukan penilaian terhadap atlet. Ingat, kritik negatif bahkan akan mengurangi rasa percaya diri.

Jika pemain telah bekerja keras dan bermain bagus (walaupun kalah), tunjukkan penghargaan Anda sebagai pelatih. Jika pemain mengalami kekalahan (apalagi tidak dengan bermain baik), hadapkan ia pada kenyataan objektif. Artinya, beritahukan mana yang telah dilakukannya secara benar dan mana yang salah, serta tunjukkan bagaimana seharusnya. Menemui pemain yang baru saja mengalami kekalahan harus dilakukan sesegera mungkin dibandingkan dengan menemui pemain yang baru saja mencetak kemenangan.

7. Komunikasi

Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi dua arah, khususnya antara atlet dengan pelatih. Masalah yang sering timbul dalam hal kurang terjalinnya komunikasi yang baik antara pelatih dengan atletnya adalah timbulnya salah pengertian yang menyebabkan atlet merasa diperlakukan tidak adil, sehingga tidak mau bersikap terbuka terhadap pelatih. Akibat lebih jauh adalah berkurangnya kepercayaan atlet terhadap pelatih.

Untuk menghindari terjadinya hambatan komunikasi, pelatih perlu menyesuaikan teknik-teknik komunikasi dengan para atlet seraya memperhatikan asas individual. Keterbukaan pelatih dalam hal pogram latihan akan membantu terjalinnya komunikasi yang baik, asalkan dilakukan secara objektif dan konsekuen. Atlet perlu diberi pengertian tentang tujuan program latihan dan fungsinya bagi tiap-tiap individu.

Sebelum program latihan dijalankan, perlu dijelaskan dan dibuat peraturan mengenai tata tertib latihan dan aturan main lainnya termasuk sanksi yang clikenakan jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan yang telah dibuat tersebut. Jadi, hindarilah untuk memberlakukan suatu sanksi yang belum pernah diberitahukan sebelumnya. Misalnya, seorang atlet minum Coca Cola dalam latihan, lalu dihukum oleh pelatih. Atlet tersebut bingung dan bertanya-tanya mengapa ia dihukum karena ia tidak pernah dijelaskan sebelumnya oleh pelatih bahwa dalam latihan dilarang minum minuman bersoda.

Demikian pula dalam hal pelaksanaanya. Peraturan yang sudah dibuat, haruslah dijalankan secara konsekuen. Artinya, jika seorang atlet dihukum karena melanggar peraturan tertentu, maka jika ada atlet lain yang melanggar peraturan yang sama ia pun harus mendapat hukuman yang sama. Demikian pula jika atlet yang sama melakukannya lagi di kemudian hari.

Pelatih pun perlu bersikap objektif dan berpikir positif. Bersikap objektif maksudnya adalah bersikap sesuai dengan kenyataan atau fakta apa adanya tanpa menyangkutpautkan dengan hal lain. Jika pelatih marah terhadap atlet karena misalnya si atlet datang terlambat dalam latihan, maka hukumlah atlet itu hanya atas keterlambatannya, jangan dihubungkan dengan hal-hal lain (ingat, hukuman tersebut harus sudah tertera dalam tata tertib latihan).

8. Konsentrasi

Konsentrasi merupakan suatu keadaan di mana kesadaran seseorang tertuju kepada suatu obyek tententu dalam waktu tertentu. Makin baik konsentrasi seseorang, maka makin lama ia dapat melakukan konsentrasi. Dalam olahraga, konsentrasi sangat penting peranannya. Dengan berkurangnya atau terganggunya konsentrasi atlet pada saat latihan, apalagi pertandingan, maka akan timbul berbagai masalah.

Dalam olahraga, masalah yang paling sering timbul akibat terganggunya konsentrasi adalah berkurangnya akurasi lemparan, pukulan, tendangan & tembakan sehingga tidak mengenai sasaran. Akibat lebih lanjut jika akurasi berkurang adalah strategi yang sudah dipersiapkan menjadi tidak jalan, sehingga atlet akhimya kebingungan, tidak tahu harus bermain bagaimana dan pasti kepercayan dirinya pun akan berkurang. Untuk menghindari keadaan tersebut, perlu dilakukan latihan berkonsentrasi.

9. Evaluasi Diri

Evaluasi diri dimaksudkan sebagai usaha atlet untuk mengenali keadaan yang terjadi pada dirinya sendiri. Hal ini perlu dilakukan agar atlet dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan dirinya pada saat yang lalu maupun saat ini. Dengan bekal pengetahuan akan keadaan dirinya ini maka pemain dapat memasang target latihan maupun target pertandingan dan cara mengukurnya. Kegunaan lainnya adalah untuk mengevaluasi hal-hal yang telah dilakukannya, sehingga memungkinkan untuk mengulangi penampilan terbaik dan mencegah terulangnya penampilan buruk.

Oleh karena itu, pelatih perlu menginstruksikan atletnya untuk memiliki buku catatan harian mengenai latihan dan pertandingan. Minta pemain untuk menuliskan kelemahan dan kelebihan diri sendiri, baik dalam segi fisik, teknik, maupun mental. Kemudian koreksilah jika menurut Anda sebagai pelatih ada hal-hal yang tidak sesuai atau ada yang kurang.

Biasakan agar atlet mengisi buku tersebut secara teratur. Ajak atlet untuk menuliskan di dalam bukunya hal-hal yang intinya sebagai berikut:

- Target jangka panjang, menengah, dan jangka pendek dalam latihan dan pertandingan. - Sesuatu yang dilakukan dan dipikirkan sebelum latihan atau pertandingan. - Suatu gerakan atau penampilan mengesankan. - Catatan mengenai kelemahan dan kelebihan lawan yang akan dihadapi dan strategi menghadapinya. - Hasil dan jalannya pertandingan. - Hal yang mengganggu emosi atau membuat penampilan jadi buruk. - Penghargaan yang didapat atas suatu keberhasilan.

Pastikan bahwa buku tersebut diisi secara teratur oleh setiap atlet. Namun perlu diingat bahwa pelatih jangan terlalu memaksa untuk membaca buku harian atlet. Biarkan itu menjadi bagian dan rahasia pribadi mereka. Yang perlu dipantau oleh pelatih adalah bahwa atlet mempunyai bahan bagi dirinya sendiri untuk melakukan evaluasi.

C. Persiapan Pertandingan

Setelah atlet dilatih baik fisik, teknik, strategi, maupun mentalnya dengan program latihan yang tepat, maka untuk menguji hasil latihannya adalah dengan lterjun ke dalam pertandingan. Tentunya diharapkan bahwa setiap pemain akan dapat menampilkan seluruh kemampuannya yang didapat dan latihan. Namun acapkali pemain tampil di bawah form, artinya ia tidak dapat menampilkan seluruh kemampuan yang dimilikinya pada saat pertandingan.

Untuk mengatasi hal seperti di atas, perlu diciptakan situasi yang mendukung yang tercapainya prestasi optimal dan dilakukan perwapan mental untuk menghadapi suatu pertandingan agar si atlet dapat menampilkan seluruh kemampuannya, sehingga tercapailah prestasi puncak.

Ada empat tahap penting dalam persiapan menuju pertandingan, yaitu

(1). Sebelum hari pertandingan (2). Pada hari pertandingan (3). Saat pertandingan (4). Setelah hari pertandingan.

Berikut uraiannya dalam contoh persiapan pertandingan bulutangkis:

1. Sebelum Hari Pertandingan

a. Kumpulkan data mengenai kekuatan dan kelemahan lawan. Jika memungkin- kan, putarlah rekaman pertandingannya. Kemudian susunlah strategi untuk menghadapinya. Untuk pemain ganda, diskusikan strategi tersebut dengan pasangannya.

b. Pantau kemajuan atlet, baik fisik maupun mentalnya dengan memperhatikan bagaimana tingkat konsentrasinya, bagaimana irama, timing, power, dan kelancaran menjalankan ketrampilannya serta sikapnya terhadap latihan secara umum.

c. Pantau tingkat kecemasan atlet dengan melihat ekspresi wajahnya apakah cerah atau murung: apakah sinar matanya letih atau segar dan awas. Juga perhatikan suasana hatinya, bagaimana kualitas tidur dan makannya, apakah ia mengalami faktor-faktor psikosomatis seperti sakit perut, nyeri otot, sesak nafas, demam, batuk, keringat dingin, dan sebagainya.

d. Pada saat tidak latihan, pastikan bahwa atlet tidak "hidup dan berpikir" mengenai pertandingannya 24 jam sehan. Berikan aktivitas yang menyenangkan bagi dirinya yang dapat memberikan suasana gembira, sehingga ia bisa mengalihkan pikirannya sejenak dari pertandingan.

e. Satu hari menjelang pertandingan, biasanya cukup latihan ringan saja dan tidak perlu berada di lapangan terlalu lama. Pada malam hari sebelum bertanding, tidurlah pada saat yang tepat, tidak perlu tidur terlalu cepat. Sebelum tidur, lakukan latihan relaksasi dan visualisasi. Jika pertandingan besok dilakukan pagi atau siang hari, siapkan alat-alat perperlengkapan pertandingan, termasuk baju ganti dan perlengkapan cadangan malam ini juga agar esok tidak terburu-buru. Pastikan semua dalam keadaan baik.

2. Pada Hari Pertandingan

a. Bangun tidur pada saat yang tepat, malamnya harus tidur cukup dan tidak berlebihan. Kemudian lakukan aktivitas rutin kebiasaan sehari-hari, seperti sembahyang, berdoa, stretching, sarapan (perhatikan kapan harus makan dan apa yang harus dimakan), latihan relaksasi dan visualisasi, memeriksa kembali perlengkapan pertandingan termasuk cadangannya. Mulailah hari ini dengan gembira, optimis, dan berpikir positif.

b. Berangkatlah ke tempat pertandingan pada saat yang tepat. Perhitungkan jarak ke tempat pertandingan, bagaimana mencapainya, kemacetannya dan sebagainya. Tidak perlu berangkat terlalu cepat, namun jangan sampai terlambat, sehingga tidak ada waktu untuk istirahat, penyesuaian dan pemanasan.

c. Di tempat pertandingan pelatih perlu mengenali atlet mana yang berada didekat teman-temannya dan mana yang lebih suka menyendiri. Pastikan di lapangan mana atlet yang akan bertanding, jangan lupa melapor panitia. Untuk pertandingan pertama, pastikan atlet sudah hapal dimana letak ruang ganti, WC, ruang kesehatan, tes doping, tempat ganti senar, dan sebagainya.

d. Sambil melakukan pemanasan, atlet hendaknya meningkatkan level `semangat' dlan tetap berpikir positif. Pelatih dapat mengingatkan strategi yang akan diterapkan secara sekilas. Lakukan stroke dengan penuh konsentrasi yang kemudian dapat dilanjutkan dengan'visualisasi clan relaksasi.

3. Saat Bertanding

Saat bertanding tiba, bukan waktunya lagi untuk memikirkan teknik memukul atau bagaimana harus melangkah. Itu semua sudah dilatih dalam latihan dan sudah dihayati dalam visualisasi. Sekarang saatnya tinggal mengulang-ulang kejadian yang sudah divisualisasikan dan melakukannya sesuai dengan situasi saat ini. Sekarang adalah saatnya melakukan konsentrasi penuh hanya pada bola dan jalannya pertandingan.

Anjurkan atlet untuk:

a. Memantau clan menyesuaikan tingkat kecemasan, lakukan relaksasi.

b. Pusatkan perhatian semata-mata hanya terhadap permainan yang sedang dijalani. Kesalahan yang baru atau pernah terjadi, clan yang mungkin terjadi jangan dihiraukan.

c. Berpikir positif dan optimis, jangan biarkan pikiran-pikiran negatif.

d. Jangan terlalu banyak menganalisa.

e. Bermainlah dengan irama sendiri, jangan terbawa irama lawan.

f. Menjalankan strategi yang telah disiapkan. Jangan diubah jika strategi itu berjalan. Lakukan evaluasi singkat, jika strategi tidak jalan, lakukan penyesuaian dengan alternatif strategi yang sudah dipersiapkan.

g. Hindari hal-hal negatif seperti, menyalahkan diri sendiri secara berlebihan, berbicara terhadap diri sendiri berlebihan, berpikir negatif, meragukan kemampuan clan menyerah sebelum pertandingan selesai.

h. Jika bermain bagus, jangan bertanya mengapa clan mengganti apapun; biarkan berjalan demikian. Jangan mengendor jika sedang leading (memimpin pertandingan), clan tidak perlu kasihan jika lawan mendapat angka nol.

4. Setelah Hari Pertandingan

a. Mintalah atlet mencatat hal-hal posisitf maupun negatif yang dirasa berpengaruh terhadap penampilannya dalam pertandingan tadi. Bukan hanya yang bersifat teknik, taktik, clan strategi, tetapi juga yang bersifat mental, bahkan hal-hal kecil lainnya. Catat hasil tersebut dalam buku evaluasi si atlet.

b. Evaluasi penampilan dalam pertandingan tadi. Apakah mencapai sasaran?

c. Putuskan apakah perlu diadakan penyesuaian terhadap program latihan.

d. Pusatkan perhatian terhadap aspek-aspek positif dari penampilan dalam pertandingan.

D. Pelatih Sebagai Pembina Mental Atlit

Pelatih dalam olahraga dapat mempunyai fungsi sebagai pembuat atau pelaksana program latihan, sebagai motivator, konselor, evaluator dan yang bertanggung jawab terhadap segala hal yang berhubungan dengan kepelatihan tersebut. Sebagai manusia biasa, pelatih sama halnya dengan atlet, mempunyai kepribadian yang unik yang berbeda antara satu dengan lainnya. Setiap pelatih memiliki kelebihan dan kekurangan, karena itu tidak ada pelatih yang murni ideal atau sempura.

Dalam mengisi peran sebagai pelatih, seseorang harus melibatkan diri secara total dengan atlet asuhannya. Artinya, seorang pelatih bukan hanya melulu mengurusi masalah atau hal-hal yang berhubungan dengan olahraganya saja, tetapi pelatih juga harus dapat berperan sebagai teman, guru. orangtua, konselor, bahkan psikolog bagi atlet asuhannya. Dengan demikian dapat diharapkan bahwa atlet sebagai seorang yang ingin mengembangkan prestasi, akan mempunyai kepercayaan penuh terhadap pelatihnya.

Keterlibatan yang mendalam antara pelatih dengan atlet asuhannya harus dilandasi oleh adanya empati dan pelatih terhadap atletnya tersebut.Empati ini merupakan kemampuan pelatih untuk dapat menghayati perasaan atau keadaan atletnya, yang berarti pelatih dapat mengerti atletnya secara total tanpa ia sendiri kehilangan identitas pnbadinya. Untuk mengerti keadaan atlet dapat diperoleh dengan mengetahui atau mengenal hal-hal penting yang ada pada atlet yang bersangkutan. Pengetahuan sekadarnya saia tidak cukup bagi pelatih untuk mengetahui keadaan psikologi atletnya. Dasar dan sikap mau memahami keadaan psikologi atletnya adalah pengertian pelatih bahwa setiap orang memiliki sifat-sifat khusus yang memerlukan penanganan khusus pula dalam hubungan dengan pengembangan potensinya.

Kepribadian seorang pelatih dapat pula membentuk kepribadian atlet yang menjadi asuhannya. Hal terpenting yang harus ditanamkan pelatih kepada atletnya adalah bahwa atlet percaya pada pelatih bahwa apa yang diprogramkan dan dilakukan oleh pelatih adalah untuk kebaikan dan kemajuan si atlet itu sendiri. Untuk bisa mendapatkan kepercayaan tersebut dari atlet, pelatih tidak cukup hanya memintanya, tetapi harus membuktikannya melalui ucapan, perbuatan, dan ketulusan hati. Sekali atlet mempercayai pelatih maka seberat apapun program yang dibuat pelatih akan dijalankan oleh si atlet dengan sungguh-sungguh.

(Sumber: "PEDOMAN PRAKTIS BERMAIN BULUTANGKIS", Oleh: PB PBSI)

Falsafah,Tugas,Peran dan Kepribadian Pelatih

Falsafah,Tugas,Peran dan Kepribadian Pelatih

OLEH: SYAMSUL RIZAL

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah Lahirnya seorang juara tidak dapat dilepaskan dari peranan pelatih. Meskipun bakat pembawaan merupakan modal dasar lahirnya seorang juara, namun persaingan ketat dalam olahraga dewasa ini telah melibatkan para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, sehingga tentu saja pelatih sangat memegang peran utama. Kepelatihan merupakan usaha atau kegiatan memberi perlakuan untuk membantu atlet agar pada akhirnya atlet dapat mengembangkan diri sendiri dan meningkatkan bakat kemampuan, keterampilan, kondisi fisik, pengetahuan, sikap-sikap, penguasaan emosi serta kepribadian pada umumnya. Dalam olahragapun tentunya kita sepakat bahwa atlet diharapkan dapat berbuat sebaik –baiknya, selain kemampuan pribadinya dapat berfungsi baik dalam suatu tingkat integrasi tertentu, juga menunjukkan kematangan emosional serta dapat menguasai dirinya. Atas dasar itulah sehingga nantinya kita berharap bahwa olahraga dapat memberi dampak positif pada individu seperti peningkatan tanggung jawab, kejujuran dalam bermain, kerjasama, memperhatikan orang lain, kepemimpinan, menghargai para pelatih, wasit dan pembina, setia, toleran, disiplin yang akhirnya dapat diharapkan menjadi warga negara yang baik. Selain itu kita juga berharap tentu saja tugas pelatih bukan sekedar hanya membantu atlet untuk meraih prestasi, akan tetapi pelatih juga harus menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam olahraga. Semua itu bisa terwujud apabila setiap pelatih bisa memahami sifat-sifat kepribadiannya sendiri untuk dapat menyadari kelemahan-kelemahannya, dan selanjutnya berusaha mencapai target yang ditetapkannya, untuk mencapai prestasi lebih tinggi, memenangkan pertandingan atau memecahkan rekornya sendiri. Namun kenyataan dilapangan tak jarang kita masih melihat beberapa pelatih yang belum memposisikan dirinya sebagai pelatih yang benar- benar sesuai dengan apa yang sudah menjadi norma dan tugas tanggung jawabnya, diantaranya dengan mempertontonkan tingkah lakunya ketika sedang dalam pertandingan yang tentu saja jauh dari keinginan dari harapan masyarakat pada umumnya. Sebagai contoh kasus, penulis mencoba menampilkan dua pelatih yang kurang menerima kekalahan timnya, contoh pertama pelatih Persik Kediri Jaya Hartono, pihaknya mengaku timnya telah dikerjai oleh wasit saat melawan Perseman Manokwari dalam laga terakhir putaran pertama Grup II Liga Divisi Utama Indonesia Ti-Phone di Stadion Sanggeng, Manokwari, Papua Barat, Minggu (6/2) lalu. Bahkan ia menuding timnya telah dikerjain wasit, sehingaa permainan pun tidak berjalan secara fair play. "Kami dikerjai oleh wasit habis-habisan. Permainan tidak berjalan secara fair play. Sehingga kami banyak dirugikan dengan keputusan yang sifatnya kontroversial," kata Jaya Hartono sebagaimana dilansir GOAL.com Indonesia. Hal serupa tentu saja tidak terjadi hanya diliga Indonesia, bahkan di liga seri A dunia, seperti halnya pelatih Napoli Walter Mazzari yang tidak puas dengan wasit saat pasukannya dibekap Ac Milan. Bahkan Mazzari mempertanyakan keputusan Nicola Rizzoli mengusir keluar Michele Pazienza di menit 45, dan menganggap wasit tidak cermat melihat bahwa Napoli layak mendapat penalti saat Lavezzi dijatuhkan Sokratis di kotak penalti. Atas ketidak puasannya tersebut bahkan Mzzari sempat menyidir wasit dengan pertanyaan “Saya tidak ingin berbicara soal wasit. Wasit harus menunjukan konsistensi dalam semua situasi di sebuah pertandingan. Hand ball untuk Napoli, juga hand ball untuk Milan (bila kejadiannya sama),” ungkap Mazzari, seperti dikutip Football-Italia. Atas penomena di atas tentu saja kita sepakat bahwa banyak pelatih profesional pun ketika di hadapkan dalam keadaan tertekan mereka menyimpang dari falsafah, kepribadiannya sebagai pelatih. B. Permasalahan Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis akan membahasnya secara rinci berdasarkan kajian beberapa literatur yang relevan, yang memfokuskan pada permasalahan secara spesifik. Adapun permasalahan tersebut penulis rinci sebagai bentuk pertanyaan Apa implementasi nilai pedagogi dan apa nilai-nilai penting dari falsafah, tugas, peran dan kepribadian pelatih. C. Tujuan Makalah ini bertujuan mendeskripsikan berbagai penomena pelatih khususnya yang berkenaan dengan falsafah, tugas, peran dan kepribadian pelatih. Selain itu nilai-naial apa yang penting dan bagaimana implementasi nilai pedagogi dari falsafah, tugas, peran dan kepribadian pelatih. D. Metoda Dalam memecahkan masalah dalam makalah ini, menggunakan metoda studi litelatur , dimana penulis mencoba untuk mengeksplorasi berbagai referensi yang relevan dengan topik permasalahan yang penulis bahas.

BAB II PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini tentunya akan membahas lebih dalam lagi tentang falsafah pelatihan olahraga dan tugas, peran dan kepribadian pelatih. A.Falsafah Pelatih Berbicara tentang falsafah tentu saja setiap orang mempunyai falsafah hidup masing-masing, termasuk juga dengan pelatih. Dan sebelum kita membahas lebih dalam tentang falsafah pelatih, tentu kita harus mengenal terlebih dahulu apa arti dari falsafah itu sendiri. Salah satu arti dari falsafah adalah bahwa falsafah ialah suatu system dari prinsip-prinsip yang dipakai untuk membimbing orang dalam kegiatan-kegiatannya. (Harsono:1988). Jadi kalau kita bicara mengenai falsafah kepelatihan, kita bicara mengenai suatu perangkat sikap (attitudes) atau prinsip-prinsip dasar yang menuntun tabiat dan perilaku di dalam situasi-situasi praktek. Ada pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya adalah “memenangkan setiap pertandingan”. Maka sikap dan perilakunya, serta cara menangani olahraganya dan atlet-atletnya adalah tercermin dalam falsafahnya tersebut. Berbeda dengan pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya adalah menanamkan kepribadian yang baik dan prilaku etis pada atlet-atletnya. Penangannya juga akan berbeda dengan pelatih-pelatih yang falsafah coachingnya lain. Dengan mengobservasi perilaku para atletnya, kita biasanya akan dapat mengetahui falsafah pelatihnya. Gaya permainan para atletnya, rasa hormat (respect) yang diperlihatkan kepada para ofisial dan lawan-lawannya, bahasa yang digunakannya. Perilaku di luar lapangan, kesanggupan untuk mengatasi stress-stress pertandingan, semangat bertandingnya, kesetiaan terhadap teman dan timnya, staminanya pada akhir-akhir pertandingan, ya,, sampai kepada kostum latihan dan pertandingannya, itu semua dapat merupakan sebagian dari indikator –indikator yang mencerminkan falsafah pelatihnya. Aspek-aspek falsafah dan etika coaching adalah saling berhubungan, yang keduanya mengacu kepada system nilai-nilai seseorang, sikap, kepercayaan (belief), dan prinsip-prinsip yang menuntun (guide) perilaku orang sebagaii pelatih (Harsono:1988). 1. Motivasi menjadi pelatih. Motivasi memilih karier menjadi pelatih tentu saja setiap orang tidak sama, ada yang memilih karier menjadi pelatih atas dasar ia ingin mengamalkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya kepada orang lain, atau ada juga yang beranggap dengan menjadi pelatih ia bisa mendapat kepuasan setelah atlet didikannya memperlihatkan peningkatan prestasi. Namun selain itu ada juga yang beranggapan dengan menjadi pelatih ia akan memperoleh kekuasaan, seperti halnya memperoleh status dan pengakuan dimasyarakat. Ada pula yang memang senang mengasuh anak-anak muda dan senang akan keterlibatan yang terus menerus dalam sensasi stress dan sensasi pertandingan. Dan tidak sedikit pula yang menjadikan keahlian melatihnya semata-mata sebagai sumber hidupnya. 2. Harapan orang dari seorang pelatih. Dalam setiap profesi musti ada kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi oleh anggotanya. Demikian pula dalam profesi melatih. Ada seperangkat ketentuan dan kewajiban moral yang harus kita patuhi, yaitu berperilaku dan berkiprah sesuai dengan norma-norma, tujuan-tujuan, serta cita-cita tinggi dari profesi tersebut. Perangkat ketentuan-ketentuan tersebut biasanya dituangkan di dalam kode etik pelatih. Falsafah seorang pelatih harus tercermin di dalam pendapatnya dan tingkah lakunya dalam melaksanakan tugasnya sebagai coach dan dalam membina atletnya-atletnya untuk memperkembangkan secara optimal kesehatan fisik, mental, spiritual, dan sosialnya. Di samping itu tugasnya adalah juga untuk memperkembangkan keterampilan motorik dan prestasi atlet, perilaku etis, moral yang baik, kepribadian, dan respek terhadap orang lain. Falsafah seorang pelatih harus tercermin di dalam watak luhurnya, pertimbangan-pertimbangan intelektualnya, sportivitasnya, dan sifat-sifat demokratisnya. Coach harus pula dapat memberikan bimbingan agar atlet-atletnya bisa berdikari dalam hidupnya kelak dan menjadi warga negara yang baik. Itu semua adalah (dan seharusnya) merupakan tanggungjawab seorang pemimpin olahraga, dan dengan sendirinya juga yang diharapkan dari seorang pelatih. (Harsono:1988). 3. Dilema pelatih Karena sering kali kurang memperlihatkan pentingnya tujuan berolahraga ini, dan selalu merasa bahwa kepintaran coachingnya senantiasa dinilai oleh masyarakat dengan menang kalahnya atlet-atletnya dalam pertandingan, maka mereka seringkali lupa akan tugas-tugas moral dan tujuan-tujuan yang murni dari olahraga. Oleh karena itu sering kali pelatih mengahalalkan segala macam cara untuk bisa memenangkan pertandingan. Hal negatif inilah yang serring kali menyebabkan olahraga menjadi suatu aktivitas komersial dan bukan lagi sesuatu yang menyenangkan dan yang dapat dinikmati. B.Tugas, Peran dan Kepribadian Pelatih Tugas pelatih bukan hanya membantu atlet untuk meraih prestasi, akan tetapi lebih jauh dari itu, pelatih juga harus menanamkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam olahraga. Artinya bukan hanya juara yang dikejar oleh pelatih akan tetapi prilaku sosial atlet juga harus dapat perhatian, karena atlet adalah model bagi masyarakat. Apalagi bagi anak-anak seorang pemain yang juara suka dijadikan sebagai idola hidupnya. Sudah kebayang apabila ada seorang atlet yang memiliki perilaku buruk, maka secara tidak langsung akan diikuti oleh penggemar-penggemarnya. Jauh dari itu seorang pelatih harus mampu menjadi guru sebagai pendidik, bapak, teman sejati. Sebagai guru pelatih akan disegani dan dihormati, sebagai bapak dia akan dicintai oleh atletnya, dan sebagai teman hanya dia yang akan dipercaya apabila atlet memiliki masalah yang bersifat pribadi. Begitu kompleks dan rumitnya peran dan tugas sebagai seorang pelatih. Dibawah ini akan diuraikan beberapa tugas utama seorang pelatih, dan juga termasuk bagaimana sebenarnya perilaku seorang pelatih dalam masyarakat. 1. Perilaku. Perilaku seorang pelatih dimasyarakat harus menjadi contoh yang baik dalam masyarakat, artinya jangan sampai seorang pelatih ada perilakunya yang tidak sesuai dengan norma atau aturan-aturan kehidupan dalam masyarakat. Karena kehidupan seorang pelatih selalu jadi sorotan masyarakat, sehingga apabila ada tindak tanduk perilaku yang tidak baik maka dengan cepat akan menyebar ke seluruh masyarakat dan ini akan menjadi boomerang bagi dirinya sendiri juga bagi tim yang di asuhnya. 2. Kepemimpinan. Jiwa kepemimpinan harus dimiliki oleh seorang pelatih. Bagaimana mau diturut atau digugu oleh atletnya apablia ia tidak memiliki sikap sebagai seorang pemimpin. Pemimpin yang baik ialah yang disegani bukan ditakuti. Sebagai seorang pemimpin harus mampu memberikan motivasi kepada atletnya juga harus mau menerima saran dari para pembantunya. Juga sifat seorang pemimpin akan terlihat dalam kondisi yang sekalipun kritis . Contohnya dalam keadaan klubnya atau atletnya kalah seorang pelatih harus bisa memperlihatkan sifat getelmennya. 3. Sikap sportif. Seorang pelatih harus memberikan contoh sikap yang sportif kepada atletnya. Artinya dalam kondisi atau situasi apapun kita harus bisa menghormati keputusan yang dibuat oleh wasit, walaupun sebenarnya keputusan wasit itu sangat merugikan klub atau atletnya dan menghormati kemenangan lawan, akan tetapi bukan berarti kita harus sering mengalah melainkan kita kalah dengan terhormat. 4. Pengetahuan dan keterampilan. Tidak diragukan lagi bahwa seorang pelatih harus memiliki dan menguasai pengetahuan yang luas terutama pengetahuan tentang ilmu-ilmu yang mendukung dalam proses pelatihan, juga harus mampu memberikan contoh yang baik dalam hal keterampilan cabang olahraganya. Dari sini kita bisa menangkap bahwa seorang pelatih itu harus memiliki ilmu pengetahuan tentang ilmu pelatihan, ini berarti pelatih itu ada sekolahnya atau ada pendidikan secara formalnya. Begitu juga mengenai kemampuan keterampilannya ini akan lebih baik jika pelatih itu adalah orang yang berpendidikan dalam ilmunya juga mantan atlet cabang olahraga tersebut, akan tetapi ilmu pengetahuannyalah yang lebih penting dalam mendukung prestasi dalam melatihnya. 5. Keseimbangan emosional. Kemampuan bersikap wajar dalam kondisi dan situasi yang sangat tertekan, atau terpaksa harus menerima kenyataan dilapangan padahal klubnya dirugikan itu adalah cerminan tingkat keseimbangan emosional yang baik. Seorang pelatih akan selalu ada dalam tingkat stress yang tinggi, tekanan emosional, suasana ketegangan yang terus menerus terutama pada saat kompetisi sedang berlangsung, ini artinya seorang pelatih harus mampu mengendalikan emosinya (self control), dan yang penting lagi sifat ini harus mampu ditularkan kepada atlet-atletnya. 6. Imajinasi. Kemampuan ini adalah kemampuan untuk membentuk hayalan-hayalan mental tentang obyek yang tidak nampak. Ini biasanya dibutuhkan dalam kreativitas untuk merubah-rubah kondisi dilapangan atau strategi yang baik untuk mensiasati lawan supaya mencapai kemenangan. Ini biasanya tertuang dalam proses latihan yang selalu menciptakan hal-hal yang baru, juga dalam taktik permainan baik taktik menyerang atau taktik bertahan. Bahkan dalam keadaan sedang bermain atletnya pelatih dapat merubah-rubah taktik yang dipakai, sehingga lawan sulit untuk membaca permainan yang diterapkannya, dan ini sangat beruntung untuk klub atau atletnya 7. Ketegasan dan keberanian. Seorang pelatih harus memiliki keberanian yang tegas dalam mengambil keputusan pada kondisi yang tertekan. Seorang pelatih tidak boleh mendengar ucapan-ucapan penonton yang memberikan saran untuk mengganti pemain atau menukar posisi dalam situasi pertandingan. Karena yang mengetahui kondisi permainan dan kondisi atletnya hanyalah pelatihnya sendiri oleh karena itu keputussan yang diambilpun harus berdasarkan pada analisanya sendiri. 8. Humor. Satu sifat yang tampaknya enteng padahal ssangat perlu, citra rasa humor yang tinggi akan lebih mendekatkan hubungan dengan para atletnya. Kemampuan untuk membuat orang lain tertawa akan membawa pada situasi yang menyegarkan, rileks, dan ini akan membawa dampak yang positif kepada atletnya, karena dengan humor akan menurunkan tingkat ketegangan yang dirasakan oleh atlet. 9. Kesehatan. Betapa beratnya tugas seorang pelatih, disamping tugas sehari-harinya dia juga harus mempersiapkan program untuk latihan esok harinya, mengevaluasi dan menganalisa hasil kerjanya dalam hal melatih apakah ada kemajuan atau mandeg atau bahkan mundur, ini merupakan tugas yang sangat berat, apalagi pada saat terjun dilapangan memberikan contoh gerakan yang baik, atau bahkan ikut dalam proses latihan. Ini semua menuntut kesehatan dan vitalitas yang tinggi dari seorang pelatih. 10. Administator. Pelatih juga sebagai pengelola olahraga, oleh karena itu ia harus mampu mengorganisir program latihan dan pertandingan, menginventalisir data-data atletnya, data kondisi fisiknya, bahkan kemajuan dan kemunduran yang dialami oleh atletnya tidak boleh terlewatkan dari analisanya. 11. Pendewasaan anak. Perkembangan serta pendewasaan anak, termasuk mengajar sifat-sifat kepemimpinan, kekompakan tim, mengambil inisiatif, ambisi disiplin tentunya sangatlah penting diperhatikan oleh seorang pelatih. Salah satu contohnya bagaimana menangani masalah menang dan kalah. Atlet harus belajar bagaimana hidup dalam kemenangan dan bagaimana dalam kekalahan. Mengajar mereka bagaimana mengelola sukses secara santun adalah penting akan tetapi yang lebih penting lagi bagaimana mereka mengelola kalah dengan baik. Atlet harus diajar untuk senantias berusaha untuk mencoba terus , dan selalu ingat bahwa masih ada hari esok. 12. Kegembiraan berlatih. Pelatih harus dapat mengajarkan kegembiraan bermain dan berlatih. Kegembiraan bermain dan berlatih tersebut bisa diselipkan dalam latihan-latihan, akan tetapi dengan tetap tidak melupakan disiplin. 13. Hargai wasit. Pelatih raus dapat menghargai keputusan-keputusan wasit dan ofisial pertandingan lainnya. Kendatipun tidak setuju dengan keputusan wasit salurkanlah melalui proses yang resmi. 14. Hargai tim tamu. Pelatih harus memperlakukan tim tamu dengan menyuguhkan permainan yang seru dan bermutu dengan tetap menjunjung rasa sportifitas dan mengedepankan fair play. 15. Perhatian pribadi. Pelatih yang sukses biasanya adalah pelatih yang sangat memperhatikan atlet-atletnya, karena setiap atlet merasa bahwa dia mendapat perhatian pribadi dari pelatihnya. Atlet ingin agar dia diakui sebagai orang dan bukan sebagai sesuatu yang hanya dipergunakan untuk pertandingan. Sukses akan diperoleh kalau perhatian banyak ditujukan kepada kebutuhan-kebutuhan atlet. 16. Berpikir positif. Pelatih harus melatih atlet-atletnya agar mereka selalu berpikiran positi, optimistic. Dan selalu memusatkan pada kekuatan yang miliki bukan kepada kelamahan pada saat disetiap pertandingan. 17. Larang judi. Pelatih harus berani untuk melarang judi kepada atletnya dan apabila ada yang melakukannya tentu saja pelatih harus berani memberikan sanksi bagi atletnya. 18. Berbahasa baik dan benar. Berbicara didepan umumm dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar tentu saja selain dapat dengan mudah dicerna juga bisa menaikan prestise pelatih itu sendiri dimata para pendengarnya. 19. Mengisukan orang. Pelatih yang baik sebaiknya jangan mengkritik, mengisukan, menceritakan kekurangan-kekurangan atlet, pelatih lain, atau ofesial lain kepada orang lain. Kalau sekiranya perlu untuk memberikan contoh mengenai kekurangan-kekurangan demikian, alangkah baiknya menyebutnya secara umum. 20. Menggunakan wewenang. Pelatih janganlah menggunakan wewenang untuk kepentingan pribadi, seperti halnya dnegan menerima hadiah yang bisa memberikan peluang untuk dirinya menyimpang dari kode etik profesinya. 21. Sikap mental. Pelatih harus secara sungguh-sungguh untuk mempersiapkan mentalnya seperti halnya siap mengabdikan diri sepenuhnya, mengamalkan segala pengetahuan yang dimiliki dan yang terpenting berani berkorban baik fisik maupun mental untuk profesinya tersebut. 22. Hubungan dengan para asisten pelatih. Hubungan yang baik antara pelatih dengan para asistennya adalah penting oleh karena turut menentukan sukses tidaknya tim yang dilatihnya. Diantaranya sebagai pelatih harus merupakan sebagai bapak yang selalu memberikan bimbingan dan adanya rangsang kepada asistennya, menerima silang pendapat dengan para asistennya bila ada suatu masalah yang perlu dipecahkan, selalu menerima dengan tangan terbuka baik padangan maupun kritik yang diberikan para asistennya, tidak selalu menumpahkan segala kesalahan kepada para asistennya akan tetapi selalu menjalin kerjasama dengan baik yang didasarkan atas kepentingan bersama. Selain apa yang dipaparkan di atas, untuk dapat melakukan tugas dan peranan pelatih dengan sebaik-baiknya maka beberapa hal dibawah ini perlu mendapat perhatian. yaitu ; 1. Terlebih dahulu perlu diciptakan komunikasi yang sebaik-baiknya antar pelatih dengan atlet. Bagaimanapun hebatnya seorang pelatih tidak akan dapat membina atlet dengan baik apabila tidak ada kesediaan psikologik dari atlet untuk mendengarkan dan menerima petunjuk-petunjuk dari pelatihnya. Interaksi edukatif perlu diciptakan oleh pelatih, yaitu interaksi antara pelatih dan atlet, dan antara sesama atlet yang didasarkan atas nilai-nilai pendidikan, yaitu antara lain rasa keakraban, keterbukaan, penuh kasih sayang, kesedian untuk dikoreksi, menerima saran-saran dan sebagainya, yang semua itu didasarkan atas sikap-sikap positif konstuktif. 2. Memahami watak, sifat-sifat, kebutuhan dan minat atlet sebagaimana dikatakan Dewey (1964) keberhasilan pendidikan juga akan ditentukan oleh seberapa jauh kita memperhatikan minat (interest), kebutuhan (needs) dan kemampuan (ability) yang harus dikembangkan dari subyek didik. 3. Pelatih harus mampu menjadi motivator yang baik sebagaimana dikatakan Singer (1984) : “ To be agood coach one has to be a good motivator”, karena pada akhirnya keberhasilan penampilan seorang atlet akan bergantung pada diri atlet itu sendiri. 4. Tugas pelatih yang tidak boleh diabaikan yaitu membantu atlet dalam memecahkan problema-problema yang dihadapi, baik problema yang dihadapi dalam latihan dan pertandingan, maupun problema dalam keluarga, sekolah ataupun pekerjaan. Sementara untuk kepribadian pelatih akan dibahas pula gaya kepempimpinan pelatih dengan membanding-bandingkan sifat-sifat pelatih dengan berbagai kelebihan dan kekurangnya yaitu dengan membedakan gaya kepemimpinan pelatih atas dasar sifat-sifat kepribadiannya (Tutko dan Richards (1971) seperti di bawah ini. 1. The Hardnosed authoritarian coach. Adalah gambaran seorang pelatih yang bergaya jagoan yang merasa yakin dalam tindakan-tindakan menetapkan sasaran atau target, mendorong atlet untuk berjuang mencapai target yang ditetapkan. Gaya pelatih seperti ini banyak terdapat pada pelatih- pelatih muda (tidak semua) dengan ciri-ciri : sangat disiplin, sering memaksakan peraturan dengan ancaman hukuman, sangat kaku dalam menerapkan jadwal dan rencana, dapat bertindak kejam dan sadis, kurang hangat dalam pergaulan, dapat mengorganisasikan sesuatu dengan baik dan terencana dengan baik, segan berhubungan dekat dengan orang lain, sering bersikap moralitas dan religius, keras memegang pendirian sering berprasangka, lebih senang mempunyai asisten orang-orang yang lemah, untuk menimbulkan motivasi menggunakan perlakuan-perlakuan (push ups, lari keliling, dsb nya) Kebaikan dari gaya pelatih seperti ini antara lain : terbentuknya displin yang kuat, team yang mampu bermain keras dan agresif, team terorganisir baik, biasanya kondisi fisik anggota tema lebih baik dari lain team, team spirit baik pada saat menang. Beberapa hal yang kurang menguntungkan, yaitu antara lain : team mudah mendiskusikan sesuatu apabila ada hal-hal yang tidak baik dalam suasana yang tidak menyenangkan, pemain-pemain yang sensitive mudah droup out, sering membenci atau khawatir, suasana team tegang. 2. The Nice guy coach. Adalah pelatih yang bergaya seperti bujangan yang pandai bergaul, rumahnya selalu terbuka bagi para atlet ; dengan memiliki ciri-ciri : disenangi banyak orang, penuh perhatian kepada orang lain, penumbuhkan motivasi dengan cara positif, terlalu fleksibel dalam membuat perencanaan namun kadang-kadang menjadi kacau balau, seiring mencoba-coba sesuatu dan terbuka terhadap saran-saran. Kebaikan pelatih dengan gaya seperti ini, yaitu antara lain : ikatan team kuat/akrab, atlet sering menunjukan prestasi melebihi apa yang diharapkan, suasana team rileks penuh kekeluargaan, permasalahan-permasalahan atlet dapat ditangani lebih efektif. Mengenai hal-hal yang kurang menguntungkan, antara lain : pelatih sering kelihatan lemah, atlet berbakat kurang ditangani dengan baik, dapat kehilangan atlet-atlet yang mempunyai sifat pemalu. 3. Intense or driven coach. Intense atau driven coach dalam banyak hal sifat-sifatnya mirip dengan the hardnosed authoritarian coach, bedanya drive coach lebih emosional dan tidak suka menghukum. Adapun ciri driven coach adalah : mudah kelihatah khawatir dan bingung, suka mendramatisasikan keadaan, segala sesuatu ditangani secara pribadi, selalu memiliki pengetahuan yang lengkap mengenai permainan dan segala peraturannya, selalu berkemauan keras melibatkan diri dan tidak pernah puas dengan apa yang dihasilkan, menyediakan seluruh waktu untuk memahami permasalahan yang dihadapi, memotivasi atlet atas dasar pengalaman pribadi. Kebaikan dari driven coach yaitu antara lain : tema yang dibina pada umumnya sikses dalam pertandingan, team dibantu sepenuhnya kalau mau kerja keras, pelatih tersebut biasanya kerja lebih keras daripada atlet yang dibinanya. Adapun kelemahan atau hal yang kurang menguntungkan, yaitu antara lain : suka menakut-nakuti atlet dalam upaya member tantangan, kemungkinan team mengalami burn out sebelum berakhir season, membenci atlet yang menunjukkan penampilan malas, mudah kehilangan atlet karena kurang ditangani dengan baik, tuntutannya sering tidak realistic, sering anggota team malu mengenai penampilannya yang emosional. 4. The easy going coach Pelatih ini sering menganggap enteng permasalahan, merupakan pelatih yang memiliki sifat kebalikan dari driven coach yang penuh semangat dan suka memaksa. Adapun ciri-cirinya yaitu antara lain : tidak pernah tampak serius menghadapi segala sesuatu, enggan membuat jadwal kerja, tidak pernah mendesah segalanya dilihatnya mudah, member kesan bahwa semuanya dapat dikendalikan sehingga pada saat –saat tertentu kelihatan malas. Kebaikan pelatih ini antara lain : team hanya mengalami sedikit tekanan, penanganan team kurang untuk dapat kerja keras, segala sesuatu didapat dengan mudah oleh team, menumbuhkan perasaan tidak tergantung pada pelatih, sehingga pelatih lebih menyerupai guide dan konsultan. Mengenai hal-hal yang kurang menguntungkan,, yaitu antara lain : sering pelatih tampak tidak mampu menguasai pemainnya, sering tampak seperti playboy tidak senang olahraga, team sering tidak dalam kondisi fisik yang baik karena kurang keras latihan, adanya tekanan karena tidak menangani team dengan baik dapat mudah menimbulkan panik, pelatih sering tampak tidak ambil pusing oleh keadaan. 5. The business like coach Pelatih yang bergaya seperti business men ini sangat berhasrat untuk belajar, mempelajari sesuatu, selalu berusaha mendapat informasi terbaru, biasanya selfish yaitu memiliki sifat semau gue. Adapun ciri business like coach yaitu : menggunakan pendekatan dalam olahraga atas dasar untung rugi, pendekatannya sangat logis, tampaknya berpribadi dingin tidak hangat dalam pergaulan, pemikirannya tajam, pikiran utamanya ditujukan pada lawan bertanding, pragmatis dan tekun. Kebaikan pelatih ini antara lain : team selalu up to date dalam penguasaan teknik-teknik baru, team tampak terorganisasi secara strategis untuk dapat mencapai sukses, atlet merasa percaya dirinya berkembang melalui organisasi yang dikelola secara cerdik. Segi-segi kekurangan yang terjadi antara lain : sering timbul rasa dianggap tidak penting, team spirit kurang, sulit menghadapi atlet yang kurang terorganisasi dengan baik, mudah kehilangan atlet karena kurang motivasi secara emosional.

BAB III KESIMPULAN

Kewajiban dan tugas seorang pelatih sangat luas dan komplek, maka dalam kehidupan sehari-hari pelatoh sebagai seorang model atau panutan para atletnya serta senantiasa bertindak sebagai bapak atau seorang teman yang merupakan tempat tumpuan curahan isi hati setiap atlet. Kepelatihan merupakan usaha atau kegiatan memberi perlakuan untuk membantu atlet agar pada akhirnya atlet dapat mengembangkan diri sendiri dan meningktakna bakat kemampuan, keterampilan, kondisi fisik, pengetahuan, sikap-sikap, penguasaan emosi serta kepribadian pada umumnya. Tutko dan Richards (1971) menegaskan bahwa tugas pelatih adalah membantu atlet agar pada akhirnya atlet dapat menolong dirinya sendiri atau dapat berdiri sendiri. Ini penting sekali untuk dipahami pelatih karena atlet adalah individu yang sering mengalami persaingan, stress, perasaan gagal. Sukses dan sebagainya. Harsono (1988) juga menegaskan bahwa berbicara mengenai falsafah coaching tidak terlepas dari suatu perangkat sikap atau prinsip-prinsip dasar yang menuntun tabiat dan perilaku pelatih di dalam situasi-situasi praktek. Dan sapek –aspek tersebut tidak terlepas dari peran motivasi menjadi pelatih, harapan orang dari seorang pelatih dan dilema pelatih. Pendapat para ahli pada umumnya menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu bahwa olahraga dapat memberikan dampak positip pada individu seperti peningkatan tanggung jawab, kejujuran dalam bermain, kerjasama, memperhatikan orang lain, kepemimpinan, menghargai para pelatih, wasit dan pembina, setia, toleran, displin yang akhirnya dapat diharapkan menjadi warga Negara yang baik. Sehubungan hal di atas tiap-tiap pelatih diharapkan lebih peka menghadapi : 1) tuntutan kebutuhan dan motivasi atlet-atletnya, 2) hubungan interpersonal yang terjadi antara atlet dengan atlet, atlet dengan pelatih, atlet dengan orang tua, keluarga kelompok-kelompok pergaulan dan sebagainya. Ini semua sangat berguna untuk dapat memahami kemampuan atlet, serta untuk dapat mengontrol dan mengembalikan perkembangannya.Dengan upaya pembinaan atlet yang dilakukan secara terencana, teratur terarah dan berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan : 1. Pengetahuan atlet menganai apa yang harus dilakukan agar dapat mencapai prestasi tinggi dan mengapa latihan-latihan tertentu dilakukan 2. Meningkatkan keadaan fisik dan kemampuan keterampilan atlet sesuai cabang yang ditekuni atas dasar analisis yang cermat dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi mutahir 3. Mengembangkan sikap positif kontruktif terhadap sesame atlet terhadap program latihan terhadap pelatih dan pembina. 4. Meningkatkan kemampuan penguasaan emosi, penguasaan diri dan lebih meningkatkan motif berprestasi untuk bisa mencapai prestasi setinggi-tingginya. 5. Menanamkan cita-cita dan kepribadian yang mantap sehingga mampu mengembangkan diri sendiri dan mampu menghadapi hambatan-hambatan dalam keadaan bagaimanapun juga. Sementara untuk gambaran kepribadian pelatih dengan berbagai sifat sebagai cirinya yang oleh Tutko dan Richards (1971) dibedakan dalam lima gaya kepemimpinan pelatih yang terdiri dari : the hardnosed authoritarian coach, the nice guy coach, intense or driven coach, the easy going coach dan the business like coach, bukanlah satu-satunya cara untuk dapat memahami kepribadian pelatih. Kepribadian manusia dapat dibedakan atas sifat-sifat yang dimilkinya, dan kombinasi dari sifat-sifat tersebut dapat bervariasi, berpuluh-puluh kemungkinan variasi sehingga dapat menimbulkan lebih dari lima pola/gaya kepemimpinan pelatih. Intinya sifat dan kepribadian pelatih akan banyak turut menentukan keberhasilan atau tidak tugas pengabdiannya. Sehingga kalau kita berbicara tentang kepribadian seorang pelatih maka hal ini tidaklah dapat dipisahkan dengan kepemimpinannya dalam melatih. Dan bila kita membicarakan mengenai kepemimpinan maka sudah barang tentu akan menyangkut sifat dan ciri-ciri kepribadian seseorang. Seorang pelatih disamping falsafah hidup yang benar, ia juga harus memiliki falsafah yang baik tentang olahraga dan latihan. Ia harus sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah benar, bermanfaat, bertujuan dan merupakan sumbangan yang vital guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Ia adalah seorang guru, pendidik dan seorang ayah. Sehingga segala ucapannya dan tindak tanduknya akan pula mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan falsafah hidup si anak/atlet.