Monday, August 15

“Karena cinta pahit berubah menjadi manis,
karena cinta tembaga berubah jadi emas.
Karena cinta ampas berubah jadi sari murni,
karena cinta pedih menjadi obat
Karena cinta kematian berubah jadi kehidupan,
karena cinta raja berubah jadi hamba”
Yaa, Cinta merupakan kekuatan mahadahsyat yang siap meremukkan segala sesuatu selain Kekasih. Ia adalah sari segala gerak dan harmoni semesta. Semesta yang berputar-putar dalam tarikan pusaran Sang MahaGravitasi, Pusat-Pusat Cinta segenap makhluk. Cinta adalah salah satu rahasia-rahasia dari Dzat-Nya. Apakah Cinta itu? Tiada kata, tiada pena, tiada ungkapan, tiada lirik apapun yang bisa menggambarkan Apakah Cinta. Hanyalah seperti asap-asap yang terbang menghilang dalam taufan, kata hanyalah mampu mengungkapkan satu sisi-sisi kecil dari keagungannya.
Tentang Cinta Ilahi, Sang Maha Surya, telah berkata Guruku YM Sayyid Musa Al-Kadzim Al-Habsyi bahwa telah bersyair Imam Khomeini,
“Asyiwam, Asyiqam
maridh tu am
ze in maraz
ma dawa nami khoham.”
“Kasihku, duhai Kasihku
Aku Sakit, karena-Mu
Dan akan Sakitku ini,
ku tak ingin sembuh.”
Cinta adalah Sakit dan Perih. Tapi PeCinta tak ingin sembuh dari Sakitnya. Sakit karena Rindu akan Kekasih nan tak kunjung tiba. Sakit karena Api Hasrat akan perjumpaan dan pertemuan dengan Kekasih. Sakit karena Kekasih demikian Mulia, Agung, Suci, Tinggi, Maharani, Mahaanggun, Maha …., tiadalah pantar al-faqir menyentuh batas-batas terluar yang paling jauh dari Hadhirat Kekasih.
Tentang Cinta kepada Nabi Muhammad, Rembulan Asmara, Cermin Kesempurnaan Tuha, Makhluq Yang Paling Smepurna, al-faqir yang dhoif ini bersyair;
menatap Muhammad buhulan rindu
tiada lidah yang tak kelu
tiada zarrah yang tak lebur
tiada alam yang tak lenyap
tiada mentari yang tak malu
tiada bintang-bintang yang tak bergetar-getar menahan segenap kelipnya
merintih akulah geletar cahaya Muhammad
aaakulahh geletar cahaya Muhammad
aaakulahh geletar cahaya Muhammad
dan tiada pula awan yang tak berarak-arak menanti pertemuan dengan Mu,
duhai Muhammad …
Cinta kepada Nabi Muhammad (SAWW) adalah identik dengan Cinta kepada Tuhan. Karena Muhammad (SAWW) adalah Kekasih Tuhan. Apa yang dicintai Muhammad (SAWW) dicintai oleh Tuhan. Apa yang dimurkai Muhammad (SAWW), dimurkai oleh oleh Tuhan. Nabi berakhlaq sempurna, berjiwa amat mulia, berwajah paling indah dan tampan. Tiada-lah satu percik zarrah apa pun dalam lahir dan batin Nabi, maupun dalam tujuh lapisan alam dalam semesta Nabi melainkan dipenuhi dengan segenap Keindahan, Keagungan dan Ridho Tuhan. Mukmin adalah orang yang mencintai Nabi lebih dari mencintai dirinya sendiri, dan mencintai Keluarga Nabi lebih dari mencintai keluarganya sendiri. Sholawat sejahtera atasNya selalu.
Di dunia ini, tiada mungkin kita bertemu dengan Kekasih Sejati, Sang Maha Surya, Tuhan Yang Maha Agung. Tiada pula mungkin kita bertemu dengan Rembulan Asmara, buhulan cinta para Wali dan hamba yang taat, Muhammad (SAWW). Tapi bagi hamba yang dikaruniai penglihatan indah, tiada lain segenap zarrah di semesta adalah biasan-biasan Rahmat dan Sentuhan Kekasih Yang Maha Agung. Di antara zarrah-zarrah tersebut, ada lokus-lokus Cinta yang paling terang, adalah Kasih Orang Tua dan Cinta maupun Birahi antara Laki-Laki dan Wanita. Al-faqir menyebut lokus-lokus ini sebagai Lilin-Lilin Kecil. Manakala aku menatapi lilin-lilin kecil ini aku teringat akan Cahaya Sang Maha Surya, Manakala aku menikmati keindahannya, aku teringat akan biasan-biasan Cahaya Sang Maha Surya. Suami/Istri adalah ladang-ladang kasih, ladang-ladang asmara, tempat al-faqir menanam benih-benih Cinta, dan melatih untuk merasakan pedih sekitnya Cinta. Ladang-ladang kenikmatan maupun pengorbanan, pertemuan maupun kerinduan.
sepercik terang lilin dalam kelam,
saat tiada Surya maupun Rembulan
melepas setitik rindu dan dahaga
akan Kekasih Sang Maha Agung, Sang Maha Surya
dan Rembulan MahaCantik, MahaIndah, Muhammad
Menatap lilin-lilin kecil adalah Kehangatan. Mengurangi Silau-Silau jika kita langsung menatap Surya. Menatap lilin-lilin kecil adalah Kenangan. Mengenang Kekasih Mahacantik Mahaanggun Mahamesra, Alla ‘Azza wa Jalla dan Cerminannya Yang Azali, Muhammad (SAWW).
Aku pun mabuk dalam hangat cahaya lilin-lilin kecil
merah kekuningan nan bergoyang lamban bak taburan manik-manik asmara
menggerakkan jutaan nuansa bayangan dan bintang-bintang pemabuk
Tiada sadar, tiada keluh, tiada kesah, tiada desah,
tiada detak-detak hati,
tiada pula awan beranak mendung
Jernih, Bening kutatap nuansa yang bergoyang dalam Lautan Tajalli
Aku pun mabuk dalam nuansa tarian lilin-lilin Tajalli,
Lilin-Lilin merasuk bak Anggur
Lilin-Lilin Yang Indah bak Lailah
Lilin-Lilin menari bak Zakiyah
Lilin-Lilin menangis gembira
Lilin-Lilin melengking merdu
Lilin-Lilin Asmara
Puncak Kemabukan Orang-Orang Tuhan
Lilin-Lilin nan tiada membuat dahaga
tapi membakar kerongkongan Perindu Tuhan
tetes demi tetes Cairan Putih Suci terbakar dalam Api Cinta
Cairan Yang memabukkan, itu lah aku
aku demi aku yang kepayang
menetes lenyap dalam kegelapan malam
lebur dalam keindahan Api, Gincu-Gincu Kekasih nan merona merah
aku demi aku keram dalam ketiadaan
menatapi Tajalli demi Tajalli,
Keindahan Api lilin nan merona merah kekuningan, Rona-Rona Kekasih bertahtakan manik munri keemasan,
Ooo, aku telah mabuk dan Terbakar
Ooo, aku telah mabuk dan Terbakar,
Sirna dalam Fana
Ooo, Sang Mahafana, mahafana, mahafana,…
dengan AsmaNya Yang Maha Tinggi
Dia memandang, aku tersipu
Aku memandang, Ia pun tersipu
memalu dengan pipiNya Yang Memerah Jambu
O…, Duhai Ia Yang Mahamalu dalam Puncak Keanggunannya
Kusentuh lentik bulumataNya,
Ia belai rambutku terberai,
Airmata dalam senyuman
Dengan sejuta makna dan cita
Citra itu memancaran Hujan pelangi di alam mimpi,
dalam alunan “bulan madu di atas awan”
dan jutaan zarrah langit nan senantiasa membiru,
dalam kelapangannya aku bercumbu dengan mesra,
Sedang Kekasih Nan MahaCantik memamerkan merah
rona pipiNya, dengan Wangi-Wangi azali yang,
meleburkan segenap zarrah dan mengguncang
Aku pun duduk bertelekan Awan-Awan putih nan menyelimuti ku dari segenap tatapan dunia
maupun menyembuyikan aku dari khayalan hasrat-hasrat yang tertidur di alam mimpi,
Segelas Anggur nan kuteguk, Anggur tetes airmata kerinduan Kekasih,
Arak Kesturi tiada banding,
Kureguk cukup satu tegukan, dan Mabukpun menjalar ke segala bagian-bagian terlembut dari jiwaku,
Bak keledai lupa akan kepalanya aku terjerembab dalam lorong-lorong pusaran Cinta mahadahsyat,
Di tiap relung kutemui Berjuta Wajah Kekasih Rupawan,
menyanyikan lagu cinta dan dahaga,
dan dahaga,
Dalam setiap tetes kedahagaannya terdapat Samudera,
Yang menyegarkan jutaan kedahagaan baru…
Ohh, Ohh, Ohh, jangan begitu Duhai Kekasih, …
Ohh, Ohh, Ohh, janganlah malu Duhai Kekasih, …
Seiring serunai jagung menyiulkan lara keterpisahan, …
Serentak aku memasuki jutaan persatuan, yang masing-masingnya menyantikan ribuan nyanyi perpisahan baru, …
Sejengkal saja dari mata tapi ada jutaan, milyaran, trilyunan, trilyun-trilyun…, tak hingga titik yang harus dilalui, Dan tiap titiknya mengandung rahasia-rahasia Wajah Kekasih nan rupawan,…
Ohh, Ohh, Ohh, Nur melesat kembali ke asal tempat segala bermuara,
Ohh, Ohh, Ohh, kutatapi Ceralng Wajah Muhammad buhulan Asmara, melalui NurNya, Nut itu, Nur itu, Nur itu,
Betapa mungkin ini kutuliskan, Tanpa Pancungan KekasihKu, Yang Maha Agung…?
Duhai nuansa, awan dan segala dahaga yang tersimpan dalam hujan-hujan Tajalli …
Duhai hati, rasa dan segenap Cinta yang tersembunyi rapat dalam tiap cinta-cinta …
Duhai kekasih, dan segala WajahMu yang Engkau sembunyikan dalam tarabir tarabir tiada terhingga ……..
Darah pun tertumpah
Dari percik-percik darah Al-hallaj,
Melarik ke awan dan langit yang biru
Laa ilaaha Illa Allah,
yang asli tanpa cela, tanpa ragu, terang benderang dalam naungan bendera Asmara,
Mengguncang sungai
Laa ilaaha Illa Allah,
yang mengalirkan semua air dari hulu ke muara,
yang mengalirkan Semua dalam Jalan, Tao, yang benar
Mengguncang segala,
Laa ilaaha Illa Allah
yang senantiasa memancar dalam iluminasi segala,
Iluminasi wujud azali, tiap saat, tiap waktu, tiap percik, tiap ruang, dan tiap segala yang tak bisa diungkapkan dalam waktu ataupun ruang ……
Diam dalam Ketunggaln Tiada Taranya,
Laa ilaaha Illa Allah
nan hanya diketahui olehNya dalam tahap pertama setelah kegaibanNya terhadap diriNya sendiri, Akal Segala, Akal Mahasempurna, Muhammadar Rasulullah,
Syahadat sempurna………
Tertuliskan dengan Laa merah muncrat dari hati,
Dan bertahtakan lengkap syahadar memerah sukma,
Darahpun menetes menuliskan Saksi demi saksi KetunggalanNya……, Syahid Husein bi Mansur Al-Hallaj,…..,

No comments: