Sunday, November 21

Untuk sejenak aku pikir kita sedang jatuh terlalu dalam, hingga tak ada lagi hal yang kita hiraukan. Seperti misalnya aku rela membangun jembatan antar galaksi agar kamu tetap berada dalam jangkauanku. Agar kamu masih saja dapat terus terhubung denganku. Agar tak ada lagi jarak diantara kita.
Aku pikir, semua itu dilakukan atas nama rasa yang entah mengapa telah menjelma menjadi semacam otomatisasi. Bayangkanlah, jika di pagi hari dalam sepersekian detik saat aku menyadari aku telah kembali dari dunia mimpi, sinaps-sinaps di otakku bekerja begitu cepatnya untuk menghantarkan sebuah informasi tentang kamu. Iya, tentang kamu. Aneh bukan? Betapa duniaku kini seperti selalu saja hendak melukis tentang kehadiranmu.
Dan aku akan meniti setiap jengkal waktu sepanjang hari mengendus rindu kepada kamu. Hingga pada akhirnya berharap di penghujung hari rindu ini akan mencair oleh bayanganmu yang mengendap mendekat perlahan bersama senja.
Aku cukup memeluk satu asa. Jangan berakhir! Bagiku itu sudah cukup. Meski dengan itu, aku berulang kali harus meretas rindu yang kadang jika sedang tak dapat ditemui penawarnya akan meninggalkan kesakitan yang begitu dalam. Aku rela, karena bukankah rindu itu pada dasarnya adalah sebuah kesakitan yang membuat ketagihan?!
Dan asal kamu tahu, rinduku tak mengenal kata basi.
Dalam jarak, rinduku tumpah berharap tak ada sekat penghalang menuju dirimu.
Dan saat dekat, rinduku membuncah mengkhianati logika...
Kepada kamu yang kurindukan : Sampai berjumpa lagi di bibir senja!

No comments: