Sunday, October 17

WANITA MEMELUK SEPI

Waktu terus menggiring matahari pulang ke peraduannya. Kulangkahkan kakiku meninggalkan gedung sekolah ditemani sepi. Setiap hentakan kakikku ke bumi terasa beribu bahkan berjuta beban kesepian ikut menghentak bumi. Langkah terus membawaku ke ruang sunyi yang membuatku semakin terpuruk dalam sepi. Ruangan sepi yang telah menjadi saksi bisu hadirnya tangisku di saat sepi melanda. Satu tahun sudah keakrabanku terjalin dengan ruangan berukuran tiga kali tiga meter itu. Kuletakkan setumpuk buku yang menjadi makanan harianku. Kujatuhkan tubuhku ke atas kasur, mengharap lelahku terobati. Tetapi, bukan ketenangan yang justru kudapat melainkan keresahan akan hadirnya sepi dalam hatiku. Aku merasakan saat ini tinggal ragaku yang hidup, tetapi jiwaku sedang sekarat.
Detak waktu terus menghantarku pada malam. Senja telah memanggil malam temani insan manusia berebut mimpi. Tetapi, aku malah benci malam karena bukan mimpi yang akan kutemukan melainkan sepi yang semakin menghantarku pada air mata kesedihan. Mata tak akan terpejam karena temani hati yang kesepian. Aku wanita yang punya kekasih. Aku wanita yang mendamba hadir kekasih. Aku wanita yang meridu berdua, bercerita tentang masa lalu dan membangun impian menjemput masa yang akan datang. Namun, tidak kutemukan kekasihku, tidak dalam hadirnya, juga tidak dalam sapaannya. Lama kutunggu pesan kekasih menghampiri hp ku, namu kesunyian yang kudapat. Sepi semakin ramai mengerumuniku. Tidak ada pilihan selain aku peluk kesepian ini sampai buatku menangis.
Kesepian pun menghantarku pada masa lalu yang indah, ketika tangan bergandeng sambil ucapkan ikrar cinta. “Cinta itu menyelamatkan” teriaku bersama kekasih di tepi laut yang maha luas. Suaraku dan suara kekasih bergaung mengisi ruang-ruang jiwa memberi keyakinan bahwa cinta akan membawa kami pada keabadian raga.
Cinta itu memang menyelamatkan. Di saat sepi menghantarku pada tangis, cinta masih memberi kekuatan untuk menyapa kekasih. Kuambil hpku, kukumpulkan tenaga, kubesarkan hatiku untuk menyapa kekasih yang tidak pernah menyapuku lagi dalam beberapa hari ini. Aku yakin kealpaannya bukan karena hadirnya seorang wanita lain di sisinya, tetapi karena kejamnya waktu yang menggiring kekasih menjadi manusia pengabdi waktu. Kupaksakan tangan ini menekan tombol-tombol, huruf demi huruf menjadi kata, rangkaian kata menjadi kalimat, rangkaian kalimat yang mewakili rasa tuk sapa kekasih.
“ dunia ramai tp mengapa q merasa sepi. Brtny pd sepi buatq menangis.tangisq hbs. Kering sdh hati. Kembali pd hari dimn bahagia ada. Menanti drq sambil trs memeluk sepi”
Kurebahkan tubuhku dalam penat dan sepi. Berharap tidak menjadi lebih buruk. Kuyakinkan diriku, cinta akan menyelamatkan. Dibalik segala derita ada bahagia menanti. Kuberharap malam ini akan lebih baik dari malam-malam kemarin. Bermimpi tentang cinta yang menyelamatkan. Berharap hari baru datan bersama sapaan kekasih.

No comments: